WEB LAMA
Potensi Desa

Jenang Candi, Lengketkan Hati Wisatawan

16 September 2019

Jenang Candi, Lengketkan Hati Wisatawan

Desa candi yang terletak tidak jauh dari kota Magetan terkenal dengan jajanan jenang abang. Jajanan ini  lebih dikenal masyarakat dengan sebutan jenang dodol. Sejarah dari jenang Candi ini ternyata telah ada sejak jaman Belanda. Saat itu didesa Candi ada sebuah pasar yang masyarakat sekitar menyebutnya Pasar Londo (Belanda). Pasar tradisional tersebut buka setiap pagi layaknya pasar tradisional pada umumnya. Namun ketika sore pasar tersebut berubah menjadi pasar jenang yang menjual berbagai macam jenang atau dodol. Sayangnya sekarang pasar tersebut sudah tidak ada lagi. Lokasi pasar tersebut pun kini digantikan dengan bangunan perumahan masyarakat.

Mengetahui sejarah jenang candi yang melegenda, pada tahun 1993 Mursiah yang saat itu menjual jajan pasar kecil-kecilan berniat untuk mengembalikan ketenaran jenang candi tersebut. Dengan bahan yang sangat terbatas, Mursiah mencoba membuat 5 kg jenang Candi. Dijajakannya jenang tersebut diantara jajanan pasar yang telah terlebih dahulu didagangkan. Tak disangka jenang Candi tersebut ternyata laris dibeli oleh pelanggan. “Sudah lama saya ingin menjual jenang candi. Namun karena keraguan dan proses yang sangat lama saya enggan untuk membuatnya. Karena jajanan jenis lain lebih mudah dan tidak memakan banyak waktu,” ungkapnya.

Memang dalam proses pembuatan jenang candi terbilang memakan banyak waktu dan tenaga. Dibutuhkan wajan besar, kompor tradisional atau yang sering disebut pawon agar panasnya stabil. Untuk membuat satu wajan besar dibutuhkan 50 butir kelapa tua, tepung ketan dan tepung beras 20 kg, gula merah 20 kg gula putih 4 kg. Yang kemudian diaduk dengan tahapan masing masing sesuai urutan selama 8 jam. Agar cita rasa yang dihasilkan memiliki rasa yang khas, Marsiah mengaduk jenang buatannya tersebut dengan menggunakan tenaga tangan. “Pernah dulu saya mencoba menggunakan alat yang lebih modern, dengan maksud untuk mempermudah perjaan. Namun rasa khas dan cita rasa sangat berbeda dengan cara tradional. Akhirnya sampe sekarang proses mengaduk jenang tidak menggunakan peralatan modern. Hanya dalam proses persiapan seperti memarut kelapa menggunakan slep diesel,” jelasnya.

Untuk hari biasa, dalam sehari Marsiah dapat menjual satu wajan besar jenang. Setiap satu wajan menghasilkan 50 loyang kecil. Perloyangnya Mursiah menjual jenang ini seharga 30.000 rupiah. Permintaan jenang Candi ini akan meningkat ketika akhir pekan dan hari libur atau pesanan pesta pernikahan. Dibantu empat karyawan pengaduk handal dengan tenaga dan stamina yang sudah tidak diragukan lagi, pada akhir pekan atau hari libur Mursiah berhasil membuat jenang 3-4 wajan besar. “Biasa kalau saat liburan, omzet penjualan meningkat. Apalagi saat ada pesanan. Kesulitannya adalah mencari tenaga kerja dengan spesifikasi tenaga dan kesabaran yang lebih untuk menghasilkan banyak jenang,” pungkasnya.

Atas ketekunan dan kesabaran Mursiah, jenang Candi berhasil bangkit dan dikenal luas. Apalagi toko jajanan ini berada tepat dijalur wisata Telaga Sarangan. Sering menjadi persinggahan para pelancong dari berbagai daerah untuk sekedar mencari oleh-oleh.

NELY YOSEFA (KAUR KEUANGAN)    SUPARWONO (KAUR PERENCANAAN)    SUGENG PRIJANTO (KASI PEMERINTAHAN )    SUBANI (KASUN II)    SUKAYA (KASUN IV)    DESY TRISIANA (SEKRETARIS DESA)